Jumat, 30 Maret 2012

The Authentics


“Ska sampai mampus!” ucap Dawny Bayu Amianto, vokalis dari band traditional ska The Authentics. Ia mengatakan ini adalah satu kalimat yang mencerminkan sikap band tersebut. Ia bahkan sempat menggunakan kalimat seruan ini menjadi password bagi para guestlistnya di acara Rolling Stone Release Party yang diadakan di Rolling Stone Live Venue hari Jumat, 9 April 2010 kemarin. Band yang beranggotakan pemain bas Marchel Arnold, gitaris Dani, peniup saksofon Zendi, dan pemain keyboard Ceki ini mengguncang panggung Ampera Raya dengan kostum kemeja hitam rapih dan berdasi. Dawny manggung mengenakan jaket Fred Perry putih, serta kaca mata hitam Ray Ban. Ia tahu persis bagaimana berdandan ska/mod/two tone yang baik dan benar.

Bagi yang mengetahui dan mengikuti scene musik khususnya ska, Dawny dan juga Zendi bukanlah anak kemarin sore. Mereka sempat mengecap asam garam dunia musik Indonesia di sebuah band ska-punk bernama Jun Fan Gung Foo, yang terbentuk tahun 1996 dan sempat merilis dua album di bawah label Sony Music Indonesia di awal tahun 2000. Dani sang gitaris juga sempat lalu lalang di berbagai band indie macam Perfect Minors, dan juga Straight Out yang beraliran metalcore. Kemeja motif pantai di Jun Fan Gung Foo ditinggalkan, solo gitar meraung dan headbang a la straightout dilepas. Gantinya adalah attitude penyanyi crooner a la Frank Sinatra, gitar semi hollow bersuara bersih, dan goyangan kaki Elvis Presley yang enerjik.

“Berbicara musik, ska yang kami usung lebih ke akar musik ska. Ska revival. Seperti misalnya The Slackers, Hepcat, The Skatalites, Toots and the Maytals. Musik model seperti itu,” ujar Dani, sang gitaris penggemar blues yang merupakan otak musikal The Authentics. Dawny menambahkan,” Tapi kami menambahkan nuansa musik lain juga supaya lebih enak didengarkan. Ada swing di situ, ada jazz dan tentu juga ada blues ataupun soul.” Banyak sekali campurannya memang, namun penampilan The Authentics tak jauh dari kata menghibur. Semua personel bergerak di atas panggung, komunikasi Dawny terasa natural dan mengalir. Permainan gitar Dani pun total mengusung nyawa blues yang dalam. Perjalanan mereka dalam membentuk The Authentics memang sudah jauh. Dengan album yang siap dirilis dalam waktu dekat, The Authentics siap mengibarkan kembali musik ska berkualitas di Indonesia.

Semenjak band seperti Tipe-X menguasai pasar ska Indonesia di awal tahun 2000, dan booming tren musik ska langsung berakhir di kisaran tahun 2003, Dawny sempat melewati berbagai hal dalam hidupnya. Hidupnya setelah Jun FanGung Foo dilaluinya tanpa beban apapun di pundak. Dari mulai bekerja di sebuah clothing company, menjadi DJ, hingga bergabung dengan manajemen artis Millionaires Club di bawah pimpinan Andreas Wullur. Di sana, Dawny berprofesi sebagai road manager untuk berbagai band seperti Samsons, Beage, Aura Kasih, Armada hingga Seringai.

“Ketika era booming-nya ska berakhir dulu, gue malah senang. Karena sebenarnya gue nggak terlalu cocok di musik ska-punk ala Jun Fan Gung Foo, selera gue lebih ke ska tradisional seperti ini. Karena gue minoritas, jadi-nya dulu ikut saja. Dan ketika era itu berakhir gue malah lega, karena sekarang gue bisa mulai lagi melakukan hal yang memang gue ingin lakukan dari dulu. Dan ternyata Zendi juga berpikiran hal yang sama dengan gue,” tukas Dawny.

“Bulan Mei ini kami akan merilis album Pencuri Hati, sudah saatnya banyak orang tahu The Authentics, kami ingin memberikan opsi lain ke masyarakat. It’s simple, fun and friendly. Mungkin selama ini orang familier dengan citra ska yang bermusik ‘Ncet..ncet..ncet’ [menirukan bunyi gitar]. The Authentics berbeda. Kami lebih menunjukkan varian lain yang membuktikan bahwa ska itu banyak jenisnya,” ujar Dani.

Referensi:
file:///D:/Pictures/ska-sampai-mampus.htm

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More